DILEMATIS JUMLAH ANAK TANGGA DALAM SEBUAH RUMAH
Jumlah Anak Tangga: Keberuntungan atau Estetika?
Oleh: Djulianto Susantio
Pemerhati Seni Oriental, di Jakarta
“Coba
saya hitung jumlah anak tangganya: 1, 2, 3,…18. Wah, kurang bagus,
kelebihan satu. Sebaiknya jumlah anak tangga adalah 17. Untuk
menyiasatinya, anak tangga pertama diperlebar. Jadi seolah-olah
selasar,” begitu sang ahli feng shui, Akino W. Azzaro, memberi pendapat
sekaligus solusi, sebagaimana tayangan sebuah stasiun televisi swasta
akhir Agustus 2006 lalu.
Masalah
tangga ditinjau dari sudut feng shui ternyata tidaklah sesederhana
sebagaimana perkiraan banyak orang. Ada aturan-aturan tertentu dalam
feng shui yang ditujukan untuk memberikan keberuntungan kepada seluruh
penghuni rumah. Banyak pakar feng shui percaya, anak tangga yang membawa
keberuntungan berjumlah kelipatan 5 plus 1 atau 2. Dalam feng shui
dikenal sebagai Pola 5.
Pola
ini berjalan dengan siklus hidup, senang, susah, sakit, mati atau
hidup, panjang umur, susah, mati, menderita. Dengan demikian anak tangga
yang baik haruslah jatuh pada siklus hidup, senang, atau panjang umur.
Jika diterjemahkan ke dalam angka, maka anak tangga keberuntungan
berjumlah 6, 7, 11, 12, 16, 17, 21, 22, dst. Pola seperti ini paling
banyak dipakai di Indonesia.
Sedangkan
menurut seorang pengamat perumahan, Teguh Senoadji, jumlah anak tangga
yang sesuai feng shui adalah kelipatan 5 plus 1 atau 3, misalnya 16, 18,
21, dan 23. “Para praktisi feng shui percaya jika jumlah anak tangga
masih sisa 1 atau 3, apabila dibagi dengan 5, maka rezeki tidak akan
habis dimakan. Artinya, selalu ada sisa. Dalam hal ini sama dengan
penghasilan yang tidak akan habis, malah akan ada tabungan,” begitu
alasannya (Kompas, 28/1/2005).
Kebingungan
kita adalah karena menurut Azzaro, jumlah 18 kurang bagus. Sebaliknya
menurut Senoadji, justru bagus. Pendapat siapakah yang harus kita ikuti?
Di pihak lain, feng shui juga mengenal Pola 3 dan Pola 4. Pola 3
berjalan dengan siklus emas, perak, mati. Sementara Pola 4 nasib baik,
kemakmuran, nasib buruk, kegagalan.
Pola
3 dan Pola 4 sering dipakai secara bersamaan. Intinya adalah anak
tangga tidak boleh jatuh pada mati, nasib buruk, atau kegagalan. Namun
Pola 3 dan Pola 4 sangat jarang dipakai di Indonesia.
Energi
chi banyak praktisi atau konsultan feng shui yang umumnya berpendidikan
Teknik Sipil atau Teknik Arsitektur, sering kali tidak memersoalkan
jumlah anak tangga. Berapa pun tetap dianggap bagus, asalkan memenuhi
kriteria estetika, kenyamanan, dan keamanan. Misalnya saja, mempunyai
pegangan yang kokoh, cukup cahaya, tidak curam, tidak licin, tidak
sempit, dan undakannya tidak terlalu tinggi. Dengan demikian tidak
berbahaya bagi anak-anak kecil dan orang-orang tua.
Anak
tangga dan tangga, sebenarnya memiliki makna tersendiri. Menurut
perspektif feng shui, tangga adalah penghubung energi chi lantai bawah
dengan chi lantai atas. Apabila tangga ditempatkan pada posisi yang
tepat, maka keharmonisan yang baik akan mengikutinya. Sebaliknya,
apabila tangga ditempatkan pada posisi yang buruk, maka tangga akan
membuang chi sehingga penghuni rumah akan kehilangan kebahagiaan dan
keberuntungan.
Tangga
sering dipandang sebagai sumber energi negatif. Ini karena tangga
adalah sebuah lubang besar di dalam bangunan. Dibandingkan masalah lain,
masalah tangga memang agak sulit diatasi secara feng shui karena
menyangkut struktur dan sirkulasi vertikal yang digunakan setiap saat.
Praktisi
atau konsultan feng shui dari kalangan teknik biasanya memerhatikan
berbagai teori feng shui dalam perancangan suatu bangunan. Metode
Delapan Rumah, salah satu aliran dalam feng shui, mengemukakan sebaiknya
tangga diletakkan pada sektor negatif dari kepala keluarga. Sektor ini
dicari melalui perhitungan angka kua berdasarkan data kelahiran kepala
keluarga atau pencari nafkah utama dalam rumah tersebut.
Secara
Metode Bintang Terbang, tangga yang ideal harus terletak di sektor yang
terdapat bintang yang bagus. Baik buruknya bintang tergantung dari
angka-angka yang menghuni sektor tersebut. Angka-angka ini (1 hingga 9)
diperoleh melalui pengukuran kompas terhadap arah hadap rumah atau arah
hadap pintu utama (Ir. Sidhi Wiguna Teh, 2005).
Bentuk
tangga pun, kata Teh, harus memungkinkan energi mengalir dengan lembut
di antara kedua lantai bangunan. Selain itu mempunyai penghentian yang
cukup luas sehingga memungkinkan energi melambat sebelum masuk ke
ruangan-ruangan yang ada dan memungkinkan percahayaan alami masuk ke
dalam rumah.
Ruang bawah tangga
Keberadaan
ruang bawah tangga, juga tak lepas dari segi feng shui. Selama ini
banyak ruang bawah tangga dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan,
seperti gudang, rak sepatu, rak buku, dsb. Banyak artikel, terutama di
rubrik “Klasika” Kompas mengupas bagaimana cara menyiasati ruang yang
kosong itu. Memang ruang-ruang kosong itu dapat dimanfaatkan untuk apa
saja sesuai kejelian atau kreativitas kita. Namun, menurut pandangan
feng shui, ruang kosong itu tidak boleh difungsikan secara sembarangan.
Yang
ditoleransi feng shui antara lain sebagai gudang karena gudang
mengandung chi negatif. Misalnya untuk menyimpan sandal, sepatu,
perlengkapan kebersihan, dan perlengkapan mandi.
Sangat
tidak baik kalau ruangan bawah tangga dimanfaatkan untuk menempatkan
altar, meja sembahyang, rak buku, uang, perhiasan, bar mini, dan
makanan. Ini diibaratkan, setiap kali berjalan menaiki tangga, maka
orang akan “menginjak-injak” benda tersebut. Diyakini, kondisi seperti
ini akan menyebabkan nasib buruk pada seluruh penghuni rumah.
Selain
itu, ruang bawah tangga dapat dimanfaatkan sebagai taman. Tanaman
adalah bentuk kehidupan yang lebih rendah, sehingga melambangkan
penyangga tangga. Ini dapat berfungsi untuk memperkuat hubungan antara
penghuni di lantai bawah dengan penghuni di lantai atas.
Bila
ruangan memungkinkan, dapat dibuat unsur air di bawahnya, seperti kamar
mandi, kolam, dan air terjun. Karena air (bahasa Kanton shui) berarti
kekayaan, maka diharapkan penghuni rumah dapat mengendalikan aliran
harta.
No comments:
Post a Comment