Pages

Thursday, January 15, 2015

Jangan Biarkan Angin Menyapu Rezeki

Jangan Biarkan Angin Menyapu Rezeki
SEORANG pimpinan pengelola pertokoan di daerah Glodok Jakarta merasa heran karena banyak calon penyewa bertanya: Berapa jumlah tangga yang ada, berapa tinggi pintu toko yang akan disewakan, berapa lebarnya? Ternyata orang-orang Cina yang mau berdagang di sana percaya nasib dan sial ditentukan pula oleh lebar dan tinggi pintu.
Pengalaman tersebut menyebabkan para pendiri bangunan dituntut sedikit banyak harus memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat yang dituntut calon penyewa.
Membangun rumah menurut adat Cina ternyata cukup rumit. Memilih bentuk kavling ada pedomannya. Bentuk trapesium, segitiga dan peti mayat tida mungkin disentuh oleh golongan itu. Bentuk-bentuk tersebut dipercaya membawa sial bagi keluarga yang akan menempatinya. Begitu pula kavling yang terletak pada daerah ‘tusuk sate.’
Jika rumah yang dipilih sudah berbentuk bangunan permanen, maka yang diperhatikan adalah pintu rumah tersebut persis berhadapan dengan pintu di seberangnya. Kalau tepat berhadapan berarti akan terjadi permu-suhan antara kedua keluarga itu, karena rebutan hoki.
Bentuk halaman juga dianggap sangat penting. Pagar hala-man tidak boleh berbentuk V, karena akan mengundang penyakit masuk ke rumah itu. Sebaiknya pagar lurus saja atau berbentuk V terbalik, yang dianggap ber-khasiat menolak bala. Pintu pagar halaman pun tidak boleh dua buah, karena hoki yang sudah masuk dari pintu yang satu akan keluar lagi dari pintu yang lain.
Kalau Anda perhatikan perumahan di Panakukang Mas, maka tidak ada rumah yang lorong utamanya menembus dari depan langsung ke belakang. Pasti lorong utama itu akan membelok dulu ke kiri atau ke kanan, atau ada penyekat di antara lorong tersebut. Menurut kepercayaan yang banyak dianut orang Cina, dewa angin yang membawa keberuntungan akan masuk lewat lorong utama. Bila tidak menjumpai hambatan, ia akan terus ke belakang dan menghilang. Artinya keberuntungan tidak mau menetap di rumah itu.
Tinggi pintu tidak boleh kurang dari dua meter, Lebarnya tidak kurang dari 0,9 meter atau kalau mau lebih lebar harus di atas 1 meter. Itu mungkin disebabkan bentuk badan sang hoki memang besar. Siapa tahu?
Orang-orang keturunan Hokian ingin jumlah jendela yang genap, sedangkan mereka yag keturunan Khek ingin jjumlah yang ganjil. Perbedaan itu disebaban oleh latar belakang kebudayaan mereka yang ber-beda. Ada yang percaya ganjil itu selamat, ada pula yang yakin genap itu lambang kerukunan.
Mengenai jumlah anak tangga, sering membuat pusing kontraktor pertokoan. Ada yang semula mendesain lima belas anak tangga untuk mengubungkan setiap lantai. Ternyata jum-lah itu merupakan pantangan bagi sebagian calon penye-wa. Mereka mempunyai keper-cayaan yang kuat tentang angka. Angka satu berarti lahir, dua tumbuh, tiga tua, empat sakit dan angka lima sama dengan mati. Lima belas adalah tiga kali lima.
Demikianlah kepercayaan yang dianut sebagian warga Cina dan ternyata di kalangan masyarakat adat di Sulsel pun hal yang sama juga masih dipegang teguh. Misalnya dalam membangun sebuah rumah sesuai adat Suku Makassar, petuah seorang panrita balla sangat diperhatikan. Namun merekapun percaya bahwa segalanya pada akhirnya ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.
Yang jelas, pantangan-pantangan dan anjuran-anjuran dalam kepercayaan orang Cina tidak akan Anda jumpai dalam ajaran para futurolog, seperti Peter Drucker, tokoh manajemen yang termasyhur pada penghujung Abad 20. ***

No comments:

Post a Comment